Friday, April 29, 2011

Musuh Baru Si Jago Merah

Semakin sering terjadinya kebakaran telah mengilhami Whitesides Research Group yang berasal dari Harvard University untuk menemukan metode alternatif dalam melawan kebakaran, tidak lagi dengan air, pasir, atau bahan kimia, tetapi dengan menggunakan medan listrik. Dalam percobaannya, mereka menggunakan sebuah amplifier yang berkekuatan 600 Watt (setara dengan sistem audio mobil kelas atas) ke sebuah rangkaian untuk menghasilkan medan listrik, yang mereka sebut sebagai Wand-System karena bentuknya yang menyerupai tongkat sihir. Sistem ini menghasilkan medan listrik yang berkekuatan jutaan volt per meter, hampir setara dengan medan listrik yang dibutuhkan untuk menghasilkan loncatan bunga api di udara kering. Dengan menggunakan Wand-System ini, semburan api setinggi 50 cm berhasil dipadamkan hampir seketika.

Bagaimana Wand-System ini bekerja?

Api merupakan reaksi oksidasi berantai yang terjadi antara oksigen dan uap bahan bakar yang dipicu oleh tingkat suhu tertentu atau percikan bunga api pemicu. Pada nyala api terkandung elektron, ion, dan jelaga yang kesemuanya mampu dipengaruhi oleh medan listrik. Berdasarkan prinsip itulah, Wand-System bekerja dengan menjauhkan nyala api dari bahan bakar sehingga reaksi oksidasi berantai dapat diputus dan api dapat dipadamkan.

Saat ini peneliti sedang berusaha untuk meningkatkan kekuatan pemadaman melalui uji coba berbagai bentuk elektroda, maupun mengubah besaran arus listrik, frekuensi, dan voltase terkait agar Wand-System dapat memadamkan api dalam jangkauan yang lebih luas dan menjauhkan api dalam jarak yang lebih jauh.

Mengapa Wand-System ini menjadi pilihan yang menjanjikan di masa depan?

Jika dibandingkan dengan media pemadam lainnya, medan listrik dinilai lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan polutan atau pencemaran air. Menurut Ludovico Cademartiri, Ahli Kimia yang juga anggota post-doctoral di Harvard, Kekuatan Medan listrik yang digunakan oleh Wand-System ini tidak berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan untuk manusia yang sehat. Cademartiri juga mengatakan bahwa Wand-System akan dikembangkan agar semakin ramah, dengan menggunakan kekuatan watt yang semakin kecil, namun dengan kemampuan yang sama baiknya, dan akan membuatnya semakin portabel di masa yang akan datang.

Namun sistem ini masih belum mampu mengatasi kebakaran berskala besar seperti kebakaran hutan. Untuk menghadapi kebakaran dalam skala besar dibutuhkan juga medan listrik yang berkekuatan besar yang mencakup daerah yang luas, dan mewujudkan hal tersebut adalah tantangan yang harus dihadapi, menurut Cademartiri menjelaskan.

Untuk mengatasi kebakaran dalam skala kecil, Aplikasi Wand-System dapat digunakan untuk menggantikan water sprinkler yang terdapat di hampir setiap ruangan kantor. Dengan sistem ini, sprinkler tidak lagi mengeluarkan air ketika terjadi kebakaran, namun cukup mengeluarkan medan listrik untuk memadamkan api, tanpa membasahi dokumen-dokumen, dan tanpa merusak peralatan elektronik.

Dengan ditemukannya cara baru untuk mempengaruhi dan mengendalikan api oleh Cademartiri, akan membuka berjuta peluang baru dalam perkembangan teknologi peradaban umat manusia, dan kini Si Jago Merah pun memiliki musuh baru.

Penemuan Tongkat Pemadam Kebakaran dipresentasikan di pertemuan American Chemical Society di Anaheim, California.

Disadur dari:

“Electric Wand Makes Fire Disappear” - Charles Choi

National Geographic News - 29 Maret 2011

Artikel ini tadinya dibuat untuk ikut melamar jadi kontributor lepasnya National Geographic, tapi karena panggilan tugas ke daerah Nggongi kemarin, jadi lewat deadlinenya, padahal berharap banget bisa gabung. tapi tidak apa-apa, mungkin bisa jadi pengetahuan buat temen-temen blogger..

keep writing...

Thursday, April 14, 2011

Makin ke selatan di sumba timur

perjalanan dimulai dari kota waingapu. semakin ke selatan di sumba timur berarti kita sedang menuju ke daerah bernama Nggongi. gue sendiri masih belum terbayang seperti apa tempat tujuan kali ini. namun jika kita melihat di Peta, kurang lebih rutenya seperti ini:


nggongi itu adalah daerah di wilayah selatan pulau sumba, termasuk daerah terselatan dari bumi nusantara, sehingga di pulau-pulau di dekatnya dibangun pos penjagaan. di daerah ini juga pernah terhembus isu bahwa pulau-pulau tersebut dijual kepada orang asing, tapi menurut penduduk disana itu hanya isu politis untuk menjatuhkan pembesar diwilayah itu.

perjalanan kesana memang bukan perjalanan yang ringan. estimasi waktu tempuh 5 jam dengan medan jalan yang tidak baik. untungnya disiapkan kendaraan tempur dan driver yang mumpuni. haha.. pengalaman pertama gue naik mobil bergardan dua untuk jarak jauh..

entah supirnya yang terlalu hebat atau guenya yang cupu, tapi mobil sebesar ford ranger dikebut sama driver sampai 100 km/jam di jalan yang cuma muat 1 mobil yang kanan kirinya jurang dan jalan yang tidak lurus. berasa seperti naik roller coaster selama 4 jam. perasaan sudah ga karuan, mual, pusing, ngantuk, dll. untungnya karena akrobat driver hebat itu kita bisa sampai "hanya" dengan 4 jam perjalanan.

hal yang menyambut kami ketika pertama kali tiba di daerah ini adalah lautan ternak yang memonopoli jalan raya. bahkan mobil kami pun harus mengalah untuk masuk ke rerumputan agar bisa melewati ternak-ternak yang mungkin sedang arisan itu.

Setelah mengobrol agak panjang, saya baru tahu, kalau di sumba ini memiliki jenis sapi yang terkenal dan hanya ada di sana, namanya sapi Ongole. Sapi Ongole warnanya putih mirip (tapi tidak sama) seperti sapi yang biasa jadi kurban pas hari raya kurban. Sapi Ongole di Sumba, atau yang disebut Sapi S.O. (Sumba Ongole) merupakan ras ongole murni yang masuk ke indonesia dari india, sedangkan sapi-sapi yang biasa kita lihat di hari raya kurban itu adalah hasil perkawinan silangnya (Sapi P.O. : Peranakan Ongole). kalau berbicara masalah peternakan, gue jadi inget ade gue bimo, cepat lulus ya bom..

KTP untuk ternak adalah keunikan lainnya yang saya temukan di sumba timur. semua ternak di sumba timur harus memiliki KTP. hahaha, ayo yang belum punya KTP, padahal sudah harus punya jangan mau kalah ya. KTP disini ternyata bukan kartu tanda penduduk, tapi kartu tanda pemilik. jadi walaupun ternak-ternak tersebut dibiarkan bebas mengembara, akan tetapi tetap ada pemiliknya.

sayangnya gue ga banyak foto-foto disana karena waktunya juga cuma sebentar. esok harinya gue sudah harus kembali ke waingapu untuk kembali ke kupang. perjalanan kali ini sudah lebih baik dibanding yang sebelumnya, karena beberapa kali kita berhenti untuk menstabilkan kondisi perut yang tergoncang-goncang.

sedikit tips dari orang yang biasa bepergian jauh, agar tidak mual dalam perjalanan, udel/puser/bellybutton bisa ditutup pakai koyo..hahaha katanya si bisa ngurangi mual, tapi saya sendiri belum coba karena belum beli koyo. tapi menurut saya, yang ampuh buat ngilangin mual adalah harus makan yang cukup, dan beri jeda beberapa waktu biar makanan turun, baru kita jalan lagi..

anyway, mengambil Motto Sumba Timur : matawai amahu pada njara hamu yang artinya : mata air di padang rumput savana untuk kuda yang bagus, sepertinya memang sesuai dengan keadaan alam yang indah disana..

happy traveling..

Perjalanan ke Pulau Sumba

sumba tidak sama dengan sumbawa, walaupun letaknya berdekatan, namun itu merupakan dua pulau yang berbeda. saya harus menegaskan hal tersebut di awal agar kita tidak salah menjelajah. petanya ada di bawah ini:


pulau sumba adalah pulau yang cukup besar, jika kita berjalan dari bandara Tambolaka yang terletak di kebupaten ter-barat hingga bandara Mauhau-Waingapu yang terletak di kabupaten ter-timur akan memakan waktu 4-5 jam perjalanan. kebetulan jalan disana sudah cukup baik, walaupun di beberapa tempat terasa sempit namun masih bisa dimaklumi karena kendaraan tidak begitu banyak.

keunikan kota-kota di pulau sumba ini, banyak diberi nama dengan kata-kata "wai" seperti waitabula, waikabubak, waibakul, waingapu, dan wai-wai lainnya. jadi bagi yang belum terbiasa, mungkin akan sedikit menahan ketawa ketika pertama kali mendengar nama-nama kota disana..

dalam perjalanan melintas pulau ini, akan banyak ditemukan kubur batu, bangunan besar di dekat rumah. budaya di sumba, bagi jenazah tidak dikuburkan di dalam tanah, akan tetapi di dudukkan di dalam kubur batu yang terbuat dari batu alam besar. satu buah kubur batu dapat menampung beberapa jenazah sekaligus, bahkan terkadang harta benda pun ada yang dimasukkan sebagai kenang-kenangan untuk orang yang sudah meninggal. jika melihat kubur batu tersebut, seakan-akan seperti dibawa kembali ke zaman megalitikum. menurut cerita, proses pembuatan kubur batu tersebut juga memerlukan batu khusus yang diambil dari tempat-tempat tertentu. proses pengambilan batu atau sering disebut "narik batu" itu juga sering memakan korban jiwa, sehingga jaman sekarang, banyak kubur batu yang dibuat menggunakan semen.

adat isitiadat di pulau sumba masih sangat kental, dan yang paling menarik perhatian saya adalah masalah mas kawin. mas kawin atau di sumba disebut "belis" dapat berupa hewan ternak, emas, dan barang-barang lainnya. yang cukup mencengangkan adalah jumlahnya yang tidak kira-kira. untuk melamar seorang wanita bisa sampai puluhan kerbau, puluhan kuda, puluhan sapi, yang kalau dihitung-hitung, biaya pernikahan disana tidak kalah dengan biaya pernikahan artis-artis heboh ibukota. namun dikemas dalam kemasan yang jauh berbeda.

sampai di wilayah timur, kita akan disambut dengan pemandangan ala wallpaper "bliss" wind*ws, karena memang wilayahnya mayoritas padang rumput, tapi jangan kaget jika musim kemarau datang, karena pemandangan akan berubah menjadi batu-batuan karang yang menghitam. sedikit oleh-oleh dari perjalanan di sumba


demikian penjelajahan kali ini, trip ke pedalaman waingapu akan saya tulis dalam post yang berbeda.

keep travelling!